Mengucapkan Selamat Tinggal Pada Botol Plastik Sekali Pakai Mengucapkan Selamat Tinggal Pada Botol Plastik Sekali Pakai
Backstories

Mengucapkan Selamat Tinggal Pada Botol Plastik Sekali Pakai

    Senior Editor of the Economic News Division
    Ketika ditempatkan di Los Angeles, saya terbiasa mengisi botol dengan air keran. Saya membawa botol kemana saja, meneguknya sepanjang hari. Sangat mudah mengisi ulang karena ada banyak keran air siap minum di California yang sadar lingkungan. Ketika kembali ke Tokyo, saya merasa syok mengetahui hal itu tidak terjadi di semua lokasi dan menyaksikan hanya sedikit tempat isi ulang air yang tersedia. Masalahnya semakin sulit karena keran air siap minum menjadi semakin jarang di kota ini.

    Tokyo Metro, yang memiliki sistem kereta bawah tanah swasta yang luas, menyebutkan terdapat 198 keran air siap minum di stasiun-stasiunnya pada 2015. Hanya lima tahun kemudian tidak ada lagi yang tersisa. Jalur Yamanote yang terkenal dengan 30 stasiun perhentian di pusat Tokyo, tidak memiliki satu pun keran air siap minum. Keran air siap minum terakhir yang ada di Stasiun Tokyo disingkirkan pada September lalu.

    Jadi apa yang terjadi dengan keran air siap minum di Tokyo? Kehancurannya dapat banyak menyumbang peningkatan minuman kemasan botol. Sejak pertama kali minuman dalam kemasan botol diperkenalkan di Jepang pada 1980-an, permintaan telah melonjak. Menurut Dewan untuk Daur Ulang Botol PET, sebanyak 25,2 miliar botol plastik dijual di Jepang pada tahun fiskal 2018. Jumlah itu meningkat 6,9% dari tahun sebelumnya dan sekitar 200 botol per orang. Sebaliknya, ini artinya penurunan yang tetap dalam penggunaan keran air siap minum.

    Namun, saat ini sejumlah perusahaan berupaya untuk memperkenalkan kembali keran air siap minum dan mendorong penggunaannya, terutama karena kesadaran akan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh peningkatan pemakaian plastik sekali pakai dalam beberapa tahun terakhir.

    Pada September lalu, pengusaha Robin Lewis dan Mariko McTier meluncurkan mymizu, sebuah aplikasi yang menghubungkan para pengguna dengan tempat isi ulang air gratis terdekat. Kedua orang tersebut baru-baru ini telah berupaya mengajak sejumlah perusahaan untuk bergabung dengan platform tersebut, dengan mengatakan bahwa hal itu akan meningkatkan pejalan kaki ke toko mereka dan meningkatkan citra mereknya. Saat ini telah terdaftar lebih dari 6.500 keran air siap minum dan tempat isi ulang botol di seluruh Jepang tercakup dalam aplikasi mereka. Termasuk lebih dari 470 kafe, toko-toko, dan hotel.

    “Mengurangi penggunaan botol plastik dapat menyenangkan,” kata Lewis. “Kami ingin membuat isi ulang dengan air keran menjadi lebih diperlukan di Jepang, seperti di negara lain.”

    Mariko McTier (kiri) and Robin Lewis (kanan)

    Sebuah perusahaan retail Jepang yang dikenal dengan produk pakaian dan desain interior yang minimalis, MUJI, meluncurkan sebuah inisiatif pada Juli dengan bertujuan untuk mengurangi sampah plastik. Hingga baru-baru ini, perusahaan tersebut telah menjual sekitar satu juta botol air selama setahun. Saat ini, perusahaan itu menyebutkan berhenti menjual dan sebagai gantinya akan memasang tempat isi ulang botol minum di lebih dari seratus gerainya di seluruh negara ini. Itu dapat digunakan oleh semua orang, bukan hanya konsumen saja.

    “Produsen minuman tidak akan berhenti untuk menjual air tetapi kami akan berhenti,” kata Shimazaki Asako, yang memimpin inisiatif tersebut. “Kami berharap para konsumen dapat merasakan pencapaian setelah mengisi ulang botol minumnya.”

    Ia menambahkan bahwa MUJI berencana untuk nantinya memasang tempat isi ulang air di 400 gerainya di seluruh Jepang. Proyek itu terus berlanjut meski terjadi pandemi virus korona, yang membuat gerai-gerai berupaya untuk mendisinfeksi tempat isi ulang air beberapa kali dalam sehari.

    MUJI akan memasang tempat isi ulang air gratis di lebih dari serratus gerai di seluruh Jepang.

    Profesor madya Sadao Harada, yang meneliti tentang isu lingkungan di Osaka University of Commerce, mengatakan reputasi Jepang sebagai “negara dengan teknologi canggih” menyulitkannya untuk melakukan tindakan yang nyata terhadap botol plastik.

    “Jepang dikenal dengan teknologinya, dengan pendingin udara AC yang hemat energi dan produk otomotif hemat bahan bakar,” katanya. “Kami juga memiliki insinerator yang membakar plastik, tetapi ini terlalu mahal bagi sebagian besar kota. Dibutuhkan waktu untuk membeli teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah lingkungan. Jadi kami hanya butuh melakukan sesuatu yang menjadi bagian kita sebagai individu untuk mengurangi plastik, daripada bergantung pada infrastuktur yang kuno.”

    Baru-baru ini, saya mengunjungi sebuah kafe di Roppongi yang saya temukan melalui aplikasi mymizu dan meminta seorang pramusaji untuk mengisi ulang botol milik saya. Saya sedikit gugup, karena menganggap itu bukan sesuatu yang dilakukan banyak orang.

    “Anda merupakan orang ketiga,” kata pramusaji tersebut, sambil menuangkan air dingin ke botol saya.

    Ternyata saya tidak sendirian. Saya harap ini akan menyebar dan banyak orang melakukannya secara rutin. Selama beberapa tahun, upaya mengurangi sampah botol plastik masih enggan dilakukan. Dan saat ini merupakan waktu yang tempat.