Virus Korona Merusak Pasar Tenaga Kerja Jepang
Backstories

Virus Korona Merusak Pasar Tenaga Kerja Jepang

    NHK World
    Senior Correspondent
    “Bos saya mengatakan kepada saya untuk tidak kembali pada esok harinya. Itu terjadi tiba-tiba dan saya tidak mengetahui apa yang harus dilakukan.”

    Itu merupakan pernyataan seorang perempuan berusia 50an tahun yang hingga pertengahan April bekerja sebagai petugas tata gerha di sebuah hotel di Yokohama. Ia kehilangan pekerjaan karena pandemi ini.

    Sekarang ia tidak dapat membayar biaya sewa dan tidak mengetahui apakah ia bisa mendapatkan pekerjaan baru.

    Pada April, pemerintah Jepang menerapkan keadaan darurat nasional untuk membendung virus korona, meminta para pengusaha untuk membatasi operasinya. Langkah tersebut menghancurkan perekonomian, menyebabkan penurunan historis PDB riil tahunan kuartal pertama 3,4% dan telah memukul pasar tenaga kerja di negara ini.

    Yamada Kazuaki (39 tahun) sebelumnya bekerja paruh waktu di perusahaan jasa boga di Kota Sendai, Jepang utara. Setiap bulan ia mendapat penghasilan sekitar 140.000 yen atau $1.400. Namun, ia diberhentikan di tengah wabah virus korona. Ia tidak dapat membayar biaya sewa dan tinggal di jalanan.

    Ia telah mendatangi kantor tenaga kerja untuk mencari pekerjaan tetapi tak beruntung. Peluang sangat terbatas dan kompetisi sengit. Saat ini, ia mengumpulkan sampah demi mendapatkan sedikit uang setiap minggu.

    “Saya hanya ingin menjalani kehidupan yang biasa yaitu bekerja dan memiliki rumah.” Yamada Kazuaki kehilangan pekerjaannya karena pandemi dan tinggal di jalanan.

    Menurut Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi, hanya lebih dari 66 juta orang yang dipekerjakan pada April ini, turun 800.000 dibandingkan setahun lalu. Para pekerja ini 20,19 juta di antaranya merupakan pekerja tidak tetap, termasuk orang yang dipekerjakan melalui agen dan pekerja paruh waktu, turun 970.000 dibandingkan setahun lalu. Penurunan ini merupakan yang terbesar sejak data perbandingan tersedia pada Januari 2014.

    Banyak perusahaan, terutama industri perhotelan dan restoran, mengalami kekurangan tenaga kerja yang parah selama bertahun-tahun, dipicu oleh masyarakat yang menua dengan cepat. Virus korona telah mengubah masalah tersebut, dengan perusahaan yang sama tidak dapat mempekerjakan orang-orang karena penurunan aktivitas ekonomi.

    Sebuah restoran di distrik Chiyoda Tokyo berharap untuk mempekerjakan staf baru pada Maret. Tetapi, manajer restoran mengatakan penjualan yang menurun 90% memaksanya untuk membatalkan rencana tersebut.

    “Virus tersebut telah memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan yang saya perkirakan,”katanya. “Saya tidak dapat melihat harapan masa depan kami pada saat ini.”

    Hoshino Takuya, ekonom di Institut Penelitian Daiichi Life, mengatakan kondisi yang terburuk belum terjadi, dengan hampir 6 juta orang yang saat ini pekerjaannya ditangguhkan tampaknya akan menambah jumlah pengangguran.

    “Perusahaan akan berupaya untuk mempertahankan para pekerja ini sebisanya,” kata dia. “Tetapi pada akhirnya perusahaan tersebut akan perlu memangkas pekerjaan dan akan menyebabkan kondisi pasar tenaga kerja lebih buruk lagi.”

    Pada saat ini, Yamada, mantan pekerja jasa boga, bertahan dari bantuan organisasi nirlaba setempat yang membantu tuna wisma. Organisasi ini menelusuri Sendai membagikan nasi kepal dan sup miso bungkus kepada orang yang tinggal di taman, di lorong bawah tanah, dan di jalanan.

    Menurut organisasi ini, mayoritas tuna wisma tersebut berusia 60 tahun atau lebih. Namun, karena kesulitan ekonomi yang disebabkan oleh virus korona, banyak orang yang lebih muda mulai tampak di jalanan.

    “Situasi yang dialami Yamada tidak unik,” kata Aoki Yasuhiro, presiden dari organisasi tersebut. “Orang-orang muda sangat terdampak oleh situasi tersebut dan menghadapi risiko yang nyata dengan berakhir menjadi gelandagan”.