Amabie: Makhluk Kuno Bantu Jepang Hindari Virus Korona
Backstories

Amabie: Makhluk Kuno Bantu Jepang Hindari Virus Korona

    NHK World
    Correspondent
    Di Italia, warga menyanyi dari balkon. Di Inggris, warga menempel gambar pelangi di jendela. Di India, warga meneriakkan “pergilah korona”. Di seluruh dunia, solidaritas dalam menghadapi virus korona disampaikan dalam berbagai bentuk. Di Jepang, bentuknya adalah tiga kaki, paruh, kulit bersisik, dan rambut panjang menyentuh lantai. Itulah Amabie setengah ikan dan setengah manusia dari abad ke-19, yang muncul kembali untuk menjaga manusia.

    Kembali dari abad ke-19

    Makhluk seperti putri duyung mulai muncul di media sosial Jepang pada awal Maret dan segera ditandai oleh lebih dari 30.000 unggahan dalam sehari. Seniman manga membuat makhluk ini dengan gayanya sendiri, membagikan gambar tersebut dengan pesan yang mengharapkan agar virus korona berakhir.

    Amabie kemudian mendapatkan pengakuan resmi ketika Kementerian Kesehatan Jepang memasukkannya dalam kampanye keselamatan publik. Setelah itu, makhluk itu mulai muncul dalam bentuk kue, masker, permen, roti gulung, digabungkan dengan logo Starbucks, dan bahkan patung di sejumlah taman.

    Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan menjadikan Amabie sebagai bagian kampanyenya menghadapi virus korona.

    Menurut lembaran berita yang dicetak menggunakan blok kayu dengan keterangan waktu April 1846, makhluk itu pertama kali dibuat dan hanya muncul di laut Provinsi Higo, yang saat ini merupakan Provinsi Kumamoto, di Pulau Kyushu Jepang Selatan. Ketika kisah itu bergulir, pejabat pemerintah pergi ke pantai tersebut untuk menyelidiki laporan mengenai sesuatu yang bersinar di laut. Ketika pejabat itu tiba di sana, sebuah makhluk seperti putri duyung muncul, memperkenalkan diri sebagai "Amabie yang hidup di laut," dan menyampaikan dua ramalan.

    Ramalannya adalah "Selama enam tahun ke depan, akan terjadi panen yang berlimpah di seluruh Jepang, tetapi juga akan ada pandemi." Kemudian Amabie mengatakan kepada pejabat itu, "Segera buat gambar saya dan menunjukkannya kepada orang-orang," dan makhluk itu hilang ke dalam laut.

    Sebuah hasil cetakan blok kayu dari 1846. Ini merupakan satu-satunya lembaran yang melaporkan tentang kemunculan Amabie.

    Evolusi Amabie

    Nagano Eishun, pustakawan dari Arsip Provinsi Fukui dan seorang pakar sejarah mengatakan Amabie merupakan salah satu dari belasan makhluk peramal yang dilaporkan selama periode Edo, dan kemungkinan berasal dari makhluk yang mirip dengan monyet dengan nama yang serupa.

    Pada 1843, tiga tahun sebelum kemunculan pertama Amabie, ada laporan mengenai makhluk seperti monyet tiga kaki di provinsi yang sama. Makhluk berbulu itu dikenal dengan nama Amabiko dan kisah asalnya sangat mirip. Sebuah lembaran berita cetak blok kayu dari era tersebut menyebutkan seorang pria ke laut untuk menyelidiki laporan mengenai sinar cahaya. Amabiko memperkenalkan dirinya, memprediksi terjadinya panen besar dan pandemi, kemudian mengeklaim bahwa orang-orang akan selamat dan berumur panjang, hidup sehat jika mereka melihat gambar makhluk tersebut.

    Sebuah laporan mengenai Amabiko pada 1844. Makhluk mirip monyet itu menyebutkan "70% penduduk Jepang akan meninggal kecuali mereka melihat gambar saya."

    "Dua makhluk itu memiliki banyak persamaan, wajar untuk menduga bahwa Amabiko merupakan Amabie," kata Nagano. Dan ia mengatakan monyet itu lebih terkenal dibandingkan dengan makhluk dari abad-19 tersebut. Selama masa wabah, seperti kolera dan disentri, orang-orang menggunakan gambar Amabiko sebagai jimat keberuntungan.

    Nagano mengatakan makhluk itu kemungkinan berubah bentuk seiring dengan menyebarnya kisah itu ke penjuru negeri ini melalui gambar dan orang-orang bebas menginterpretasikannya. Ia menambahkan bahwa kepentingan komersial mungkin telah didorong oleh kreativitas dan desakan dari makhluk tersebut agar diperlihatkan.

    "Lembaran berita dari cetak blok kayu, disebut kawaraban, yang merupakan satu lembar kertas dengan berita atau gosip bergambar," kata dia. "Pembuatnya menginginkan sebuah kisah menarik agar mendapatkan perhatian orang-orang, jadi mereka menciptakan, kemungkinan seperti membiarkan sebuah makhluk memperingatkan orang-orang akan menderita sakit kecuali semua orang memiliki gambar tersebut."

    Kota Chofu, tempat mendiang seniman manga Mizuki Shigeru menghabiskan sebagian besar hidupnya, merilis karya Amabie sebagai gambar gratis di perangkat monitor komputer di situs webnya.

    Publik bersemangat

    Setelah beberapa dekade tidak mendapatkan sorotan, Amabie akhirnya mendapatkan perhatian yang didambakannya dengan bantuan media sosial.

    Tampaknya sifat manusia belum banyak berubah sejak abad ke-19 dan gambar dari makhluk yang aneh ini masih dapat menghibur. Namun, Nagano mengatakan ada perbedaan yang sangat mendasar antara dahulu dan saat ini.

    "Pada abad-19, gambar-gambar itu hanya dapat menyelamatkan orang-orang yang membawa lembaran berita tersebut. Namun, saat ini orang menyebarkan gambar tersebut untuk melindungi semua orang. Saya akan mengatakan bahwa itu menunjukkan kita telah mengalami perkembangan yang besar."

    Kuil Hirota di Provinsi Hyogo memberikan Gofu (jimat kertas)mirip dengan Amabie. Lebih dari 30.000 lembar telah dibagikan sejak pertengahan Maret.