Kabinet Jepang Setujui Draf Revisi UU Imigrasi

Pemerintah Jepang menyetujui draf revisi undang-undang imigrasi dan legislasi terkait.

Draf revisi bagi Undang-Undang Pengendalian Imigrasi dan Pengakuan Pengungsi disetujui dalam rapat Kabinet pada Selasa (07/03/2023). Undang-undang tersebut berisi sejumlah revisi yang turut dimasukkan ke dalam draf sebelumnya.

Draf tersebut diserahkan kepada Parlemen, tetapi pada akhirnya dihapus pada 2021 setelah seorang wanita Sri Lanka meninggal di pusat penahanan di Kota Nagoya, Jepang tengah, pada tahun itu. Otoritas imigrasi Jepang dikritik akibat kematian wanita tersebut.

Dalam draf baru tersebut, perintah deportasi tidak akan dihentikan secara otomatis jika seseorang mengajukan status pengungsi untuk ketiga kalinya atau lebih. Ketentuan tersebut sejalan dengan draf sebelumnya. Pemerintah mengatakan orang-orang yang tinggal melewati batas waktu visanya, secara berulang kali mengajukan status pengungsi guna menghindari deportasi.

Draf baru ini berisi perubahan terkait penahanan. Orang-orang yang akan dideportasi dari Jepang tidak akan lagi ditahan hingga tanggal keberangkatannya. Mereka akan diizinkan tinggal bersama individu yang ditetapkan sebagai pengawas oleh Badan Layanan Imigrasi.

Draf tersebut juga mencakup peluncuran sistem baru. Menurut sistem ini, orang-orang yang menyelamatkan diri dari konflik, tetapi tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk diakui sebagai pengungsi, akan diberikan perlindungan serupa dengan yang diterima oleh pengungsi.

Perubahan lainnya dari versi sebelumnya mempertimbangkan evaluasi periode penahanan seseorang. Sistem yang baru akan mewajibkan pengkajian ulang untuk dilakukan tiap tiga bulan guna menghindari penahanan jangka panjang. Para pengawas orang-orang yang akan dideportasi juga tidak akan diharuskan memberikan laporan rutin mengenai individu itu. Draf sebelumnya mengharuskan para pengawas menyerahkan laporan semacam itu.

Pemerintah berharap revisi tersebut dapat diloloskan dalam sidang Parlemen saat ini.